HANGZHOU, KOMPAS.com — Kunjungan Presiden AS Barack Obama ke China diawali dengan insiden di Bandara Hangzhou, seperti dilaporkan Deutche Welle, Senin (5/9/2016).
Media barat menilai, Beijing sengaja mengacaukan upacara penyambutan presiden lantaran kritik Obama ihwal Laut China Selatan (LCS).
Belum apa-apa, kunjungan Presiden AS Barack Obama di China jelang pertemuan puncak G-20 sudah mengundang kontroversi. Inikah cara China "kerjai" Obama?
Perkara berawal dari upacara penyambutan orang nomor satu AS itu yang dilangsungkan tanpa karpet merah dan tangga pesawat.
Akibatnya, Obama harus turun dari pintu belakang, jauh dari jangkauan juru kamera.
Jurnalis New York Times, Mark Lander, yang berada di lokasi, mengaku "belum pernah mengalami kekacauan protokol seperti ini" selama enam tahun meliput di Gedung Putih.
Dugaan kesengajaan menguat terutama karena sebelumnya upacara penyambutan Presiden Brasil Michel Temer berlangsung meriah.
Tanpa insiden itu pun, kunjungan Obama ke China sudah bertabur ranjau diplomatik, terutama terkait isu LCS dan Laut China Timur (LCT) yang membebani hubungan kedua negara.
Sebelum lawatannya ke China, Obama telah lebih dulu mewanti-wanti Beijing agar menahan diri atau menerima "konsekuensi".
Kementerian Luar Negeri China di Beijing menilai ucapan Obama sebagai "pandangan yang tidak bertanggung jawab".
Saat bertemu empat mata di Hangzhou, Presiden Xi Jinping kembali menegaskan, pihaknya akan melindungi kedaulatan teritorial dan kepentingan maritim China.
Amerika, kata Presiden Xi, harus menghormati sikap tersebut.
Tidak heran, insiden di bandar udara Hangzhou dianggap bernilai simbolis.
Shen Dingli, pakar hubungan internasional di Universitas Fudan, Shanghai, mengatakan, kritik Obama atas kebijakan China di LCS menyulut insiden semacam itu.
"Amerika seharusnya tahu apa yang telah mereka lakukan untuk membuat China kecewa," ujarnya kepada mingguan Straits Times Singapura.
Obama sendiri memilih meredam kontroversi.
"Kami membawa banyak pesawat, helikopter, kendaraan bermotor, dan staf. Kadang-kadang negara tuan rumah bisa merasa kewalahan," ujarnya.
Tabloid Pemerintah China, The Global Times, mengutarakan hal serupa. "Media barat berupaya membesar-besarkan insiden tersebut," tulis harian tersebut dalam kolom tajuknya.
"Ini menunjukkan bahwa ketegangan antara China dan AS juga merupakan tanggung jawab media yang gemar membesar-besarkan isu tak penting," katanya menyalahkan media.
Opini tersebut bisa jadi benar karena pada Sabtu (3/9/2016), Obama dan Xi yang mewakili dua "produsen" gas rumah kaca terbesar di dunia sepakat menandatangani perjanjian iklim Paris.
Media barat menilai, Beijing sengaja mengacaukan upacara penyambutan presiden lantaran kritik Obama ihwal Laut China Selatan (LCS).
Belum apa-apa, kunjungan Presiden AS Barack Obama di China jelang pertemuan puncak G-20 sudah mengundang kontroversi. Inikah cara China "kerjai" Obama?
Perkara berawal dari upacara penyambutan orang nomor satu AS itu yang dilangsungkan tanpa karpet merah dan tangga pesawat.
Akibatnya, Obama harus turun dari pintu belakang, jauh dari jangkauan juru kamera.
Jurnalis New York Times, Mark Lander, yang berada di lokasi, mengaku "belum pernah mengalami kekacauan protokol seperti ini" selama enam tahun meliput di Gedung Putih.
Dugaan kesengajaan menguat terutama karena sebelumnya upacara penyambutan Presiden Brasil Michel Temer berlangsung meriah.
Tanpa insiden itu pun, kunjungan Obama ke China sudah bertabur ranjau diplomatik, terutama terkait isu LCS dan Laut China Timur (LCT) yang membebani hubungan kedua negara.
Sebelum lawatannya ke China, Obama telah lebih dulu mewanti-wanti Beijing agar menahan diri atau menerima "konsekuensi".
Kementerian Luar Negeri China di Beijing menilai ucapan Obama sebagai "pandangan yang tidak bertanggung jawab".
Saat bertemu empat mata di Hangzhou, Presiden Xi Jinping kembali menegaskan, pihaknya akan melindungi kedaulatan teritorial dan kepentingan maritim China.
Amerika, kata Presiden Xi, harus menghormati sikap tersebut.
Tidak heran, insiden di bandar udara Hangzhou dianggap bernilai simbolis.
Shen Dingli, pakar hubungan internasional di Universitas Fudan, Shanghai, mengatakan, kritik Obama atas kebijakan China di LCS menyulut insiden semacam itu.
"Amerika seharusnya tahu apa yang telah mereka lakukan untuk membuat China kecewa," ujarnya kepada mingguan Straits Times Singapura.
Obama sendiri memilih meredam kontroversi.
"Kami membawa banyak pesawat, helikopter, kendaraan bermotor, dan staf. Kadang-kadang negara tuan rumah bisa merasa kewalahan," ujarnya.
Tabloid Pemerintah China, The Global Times, mengutarakan hal serupa. "Media barat berupaya membesar-besarkan insiden tersebut," tulis harian tersebut dalam kolom tajuknya.
"Ini menunjukkan bahwa ketegangan antara China dan AS juga merupakan tanggung jawab media yang gemar membesar-besarkan isu tak penting," katanya menyalahkan media.
Opini tersebut bisa jadi benar karena pada Sabtu (3/9/2016), Obama dan Xi yang mewakili dua "produsen" gas rumah kaca terbesar di dunia sepakat menandatangani perjanjian iklim Paris.
0 komentar:
Posting Komentar